20 Februari 2014

Aku dan Tarbiyah


Dari kecil aku sudah dikenalkan dengan islam, aku menjalani masa kecilku dengan nilai-nilai islam disekelilingku. Sejak taman kanak-kanak aku sudah dimasukkan ke TK IT (Islam Terpadu) Al-Irsyad Purwokerto, sama dengan saat SD. Satu setengah tahun masa SD ku kuhabiskan di SD IT Al-Irsyad 01 Purwokerto. Setelah menetap selama lima tahun di Purwokerto, orang tuaku memutuskan untuk kembali lagi ke Tegal.
Bersamaan dengan itu, aku dipindahkan ke sekolah swasta di Slawi. MI Luqman Al-Hakim Slawi, di sinilah pertama aku mengenal tarbiyah. Dulu ketika kelas IV sampai kelas VI para siswi di sana diwajibkan mengikuti kegiatan yang dinamakan dengan keputrian. Pada kegiatan yang dilaksanakan setiap waktu shalat Jumat itu, siswi-siswi kelas IV sampai kelas VI diberikan ilmu-ilmu agama yang belum didapat ketika pelajaran fiqih, sejarah kebudayaan islam, akidah akhlaq, maupun qur’an hadits. Ilmu-ilmu yang didapat untuk anak seusiaku pada saat itu lebih banyak tentang aurat, pergaulan antara laki-laki dan perempuan, dan materi-materi yang sesuai dengan kebutuhan siswi-siswi kelas IV sampai VI saat itu. Setiap kelompok keputrian didampingi satu murabbi yang tugasnya menyampaikan materi. Murabbi juga secara rutin setiap pekan mengevaluasi bagaimana ibadah dan hafalan anak didiknya. Saat keputrian murabbiku masih sering berganti-ganti, karena kadang-kadang ada ustadzah yang ada keperluan mendadak. Setelah lulus SD, aku melanjutkan sekolah di SMP IT Luqman Al-Hakim. Karena SD dan SMP IT Luqman Al-Hakim terletak satu komplek dan berada pada satu yayasan, secara otomatis program-programnya tidak terlalu berbeda. Disini aku mulai mengenal liqo, yang sebelumnya aku pikir liqo hanya untuk orang tua. Murabbiku di SMP sudah tidak banyak pergantian, walaupun tiap tahun berbeda. Setiap kelompok liqo di SMP, terdiri atas 8-10 orang mutarabbi dan 1 orang murabbi. Disinilah aku mulai merasakan tarbiyah yang sebenarnya. Dimana hafalan dicek setiap pekan, ibadah diberikan target-target yang lumayan berat dan ilmu yang levelnya lebih tinggi. Saat kelas 3 SMP kelompok liqo mulai diubah lagi, saat itu murabbinya bukan lagi guru SD atau SMP ku, tapi orang dari luar. Liqo juga tidak lagi dilaksanakan di lingkungan sekolah, tapi berpindah-pindah ke rumah para anggotanya. Di tahap ini aku masih menganggap liqo sebagai sebuah formalitas, penggugur tanggung jawab. Saat itu juga alasan liqo bagiku adalah bertemu teman-temanku, jalan-jalan, makan-makan, setor hafalan, infaq dan tilawah yang banyak kalau mendekati hari Jumat. Cuma sebatas itu saja, tapi aku mulai merasakan ukhuwah. Setelah lulus SMP, aku melanjutkan ke SMA negeri. Di SMA negeri 1 Slawi aku bersama 7 teman SMP ku konsisten dengan liqo yang sudah 3 tahun kami jalani. Saat itu kami berganti murabbi lagi, kami yang satu SMA dipegang oleh guru SD ku. Dia orang yang agak keras.  Mengetahui kami akan dipegang oleh murabbi seperti beliau, aku dan temanku yang lainnya sempat takut. Tapi sekali lagi, karena ini formalitas kami iya-iya saja. Satu tahun berlalu, murabbiku tidak terlalu galak tapi malah banyak bercanda. Aku dan teman-temanku mulai betah. Di tahun kedua ini, ada teman-teman baru dari SMA yang minta ikut liqo juga. Mereka mungkin penasaran dengan aku dan 7 temanku yang setiap hari Jumat kumpul di aula SMA untuk berangkat bareng ke tempat murabbiku. Ya, selama aku SMA memang liqo dialihkan kerumah murabbiku. Karena murabbiku hanya memiliki satu anak yang sekolah pesantren, aku dan teman-temanku selalu merasa punya rumah sendiri. Kami juga sering lama-lama disana, masak-masak sambil ngobrol-ngobrol disana. Aku semakin merasa dekat dengan teman-teman lingkaranku, mungkin karena aku sulit mendapatkan yang seperti mereka di SMA. Mereka yang rela bolak-balik mengantar temannya naik motor, mereka yang satu pemikiran, mereka yang mau diajak susah, dan mereka yang selalu ada saat temannya membutuhkan. Walaupun saat SMP ada yang sempat menjadi musuh, nyatanya kami saling menyayangi satu sama lain. Liqo yang aku jalani pada tahun kedua di SMA bukan lagi seperti yang pernah aku pikirkan saat SMP. Liqo bukan cuma bertemu teman-teman, jalan-jalan, makan-makan, setor hafalan, infaq dan tilawah saja. Liqo menurutku saat itu adalah upaya penjagaan diri, apalagi dengan lingkungan SMA yang sangat jauh berbeda dengan saat aku SD atau SMP. Bertemu dengan orang-orang yang heterogen bukanlah hal mudah untukku saat itu, dari guru yang minta dihormati dengan selalu menjabat tangan saat bertemu sampai teman-teman yang asal tabok tiap bercanda. Liqo yang kami lakukan adalah upaya penjagaan, setidaknya supaya tidak terwarnai dengan lingkungan kami saat itu. Liqo juga sebagai tempat sharing ketika aku memiliki masalah di SMA, dari masalah dengan teman sampai masalah pelajaran. Saat itu juga aku mulai belajar memprioritaskan liqo, walaupun besok ada ulangan aku tetap liqo. Pernah juga kabur kegiatan pramuka untuk liqo, dan aku menikmati proses itu. Sempat kami diberi tugas saat hari ibu untuk memberikan sesuatu pada ibu kami masing-masing. Aneh memang, dan kami melakukannya. Aku dan teman-temanku juga masih sering diberi hadiah oleh murabbi kami saat mampu melaksanakan tugas ramadhan. Di tahun ketiga, aku dan teman-temanku berganti murabbi lagi, kali ini orang luar. Pembawaannya kalem dan lebih serius, walaupun masih mau bercanda. Aku mulai belajar menerima, dengan murabbi manapun harusnya aku tetap mau liqo. Liqo itu karena Allah, bukan karena siapa murabbinya.
pesennya murabbi pas SMA

Meski kesenangan kami akan liqo berkurang dengan murabbi yang berbeda, aku dan teman-temanku komitmen untuk tetap melanjutkan apa yang telah kami jalani 5 tahun itu. Tahun ketiga, materi liqo menjadi lebih berat. Target menjadi sulit dipenuhi karena aku dikejar bahan-bahan try out, UN, dan bermacam-macam bmbingan belajar. Aku dan teman-temanku juga jadi sering mengundur sampai menghilangkan jadwal liqo. Walaupun begitu kami juga sadar, liqo tidak membuat kami tidak lulus saat UN nanti. Dengan setengah-setengah, aku mencoba komitmen dengan liqo ku. Setelah lulus SMA, aku dan teman-teman lingkaranku melanjutkan kuliah di universitas masing-masing. Aku terdampar di UNNES, sendirian. Tapi beruntungnya, aku ditempatkan di tempat yang baik dengan lingkungan yang baik. Di sini aku mulai liqo lagi setelah beberapa kali mengisi angket yang pertanyaannya lagi-lagi seputar ‘sudah pernah mengikuti liqo/halaqah/mentoring?’. Awalnya aku dipertemukan dengan teman-teman liqo yang sudah pernah liqo semua, tapi sekarang ada tambahan lagi. Tambahannya teman-temanku satu rombel. Aku menemukan lagi lingkungan yang saat SMA pernah hilang, lingkungan yang dikelilingi orang-orang yang baik. Teman-teman satu lingkaranku sekarang juga semakin hebat-hebat. Hafalan mereka, tilawah mereka, komitmen mereka, semuanya membuatku iri. Aku ingin seperti mereka. Disini aku menemukan banyak orang-orang yang menginspirasi. Disinilah aku akan mengetahui pentingnya tarbiyah, belajar lebih dalam lagi tentang islam, dan mendekatkan diri lebih baik lagi kepada Allah.

smp-sma-kuliah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar